top of page

PAYUNG HUKUM TAK JELAS, KANTONG PLASTIK KEMBALI GRATIS

Kantong plastik belanja kembali digratiskan | goodie bag



Selama tiga bulan uji coba, terjadi penurunan jumlah pemakaian kantong plastik. Di Kota Bandung misalnya, Hendri menghitung setiap hari ada sekitar 300 pengunjung minimarket yang 100 di antaranya tidak membeli kantong plastik. “Jumlah minimarket di Kota Bandung sekitar 400. Jadi sudah lumayan pengurangannya,” kata dia.


Hendri menegaskan pada prinsipnya kalangan ritel mendukung program tersebut. Hal itu dikaitkan dengan pelestarian lingkungan dari polutan plastik yang proses penguraiannya membutuhkan jangka waktu lama.

“Jadi memang karena payung hukumnya tidak ada lagi, maka sebagian ritel menghentikan. Namun, masih ada yang tetap tidak gratis khususnya di supermarket,” ujar Sekretaris Aprindo Jawa Barat, Hendri Hendarta.


Untuk itu, per 1 Juni 2016 ritel modern anggota Aprindo kembali memberikan kantong plastik gratis ‎yang ramah lingkungan (oxydegradable) kepada konsumen atau tidak sama sekali memberikan kantong plastik lagi kepada konsumen karena tidak ada regulasi yang memayungi program kantong plastik tidak gratis tersebut.


Surat yang ditandatangani Ketua Umum Aprindo Roy N. Mandey tersebut juga mencantumkan tidak ada kejelasan informasi maupun audiensi meskipun Aprindo secara aktif lisan maupun tulisan meminta agar disediakan waktu berdiskusi dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.


Dalam surat edaran Aprindo, disebutkan sesuai kesepakatan yang ditandatangani antara Aprindo dengan bupati/wali kota di hadapan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan para menteri, program kantong plastik tidak gratis berlaku 21 Februari – 31 Mei 2016.


Kantong plastik belanja kembali digratiskan di minimarket-minimarket sejak 1 Juni 2016. Hal itu dilakukan setelah adanya surat edaran Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Pusat tentang koordinasi pelaksanaan uji coba kantong plastik tidak gratis.


Seribu Tas Ramah Lingkungan Disebar Sebagai Pengganti Kantong Plastik | goodie bag

“Harapan kedepan, bagaimana kesadaran serta partisipasi masyarakat sangat kita butuhkan. Sehingga kita dapat sama - sama mengurangi (sampah plastik), minimal apa yang bisa dilakukan dari dampak (red, sosialisasi) ini, sedikit ada berkurang (volume sampah plastik),” pungkas Wakil Walikota


Arief Hidayat menegaskan, di Hari Peduli Sampah Nasional Tahun 2016 ini, sebagaimana telah diprogramkan Walikota Tarakan mengenai pengelolaan Sampah Semesta, dimana sampah - sampah rumah tangga akan dijemput atau diambil oleh petugas kebersihan kesetiap rumah penduduk, sehingga di Kota Tarakan kedepannya diproyeksikan tidak terdapat lagi tempat pembuangan sampah sementara (TPS) yang selama ini berada disisi jalan.


“Merubah suatu kebiasaan mememang tidak mudah, tetapi cera berlahan pengunaan kantong plastik secara bertahap akan terealisasi,” imbuhnya, Senin (22/02).


“Dalam sosialisasi ini dibagikan seribu tas ramah lingkungan kepada masyarakat, tujuannya adalah bagaimana kita (masyarakat) dapat mengurangi sampah - sampah plastik yang sulit untuk diurai (red, dihancurkan), dan membutuhkan waktu yang sangat lama,” ungkap Arief Hidayat.


Wakil Walikota Tarakan, HK Arief Hidayat, yang turut mensosialisasikan GIBS 2020 ini menyambagi beberapa pasar yang ada di Kota Tarakan, yakni dengan membagi - bagikan Tas Ramah Lingkungan sebagai pengganti kantong plastik kepada para pengunjung pasar, sebagai salah satu upaya meminimalisir volume pengunaan kantong plastik.

Dalam rangka memperingati Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) Tahun 2016, Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman (DKPP) Kota Tarakan kampanyekan Gerakan Indonesia Bebas Sampah (GIBS) 2020, dengan cara berkeliling kota sekaligus mensosialisasikan upaya pemerintah bersama masyarakat menguragi penggunaan kantong plastik, terutama saat berbelanja.


Kebijakan Kantong Plastik Berbayar Menuai Pro dan Kontra | goodie bag




Hendaklah pembelajaran untuk menyelamatkan bumi di­edukasikan pada produsen juga, biar sama-sama belajar. Selain mungkin mereka pun sudah menyelamatkan bumi ini dengan limbah yang tidak dibuang sembarangan. Namun, berapa banyak pabrik yang menggunakan plastik juga untuk membungkus makanan/minuman tersebut?. Pemerintah hendaknya jangan selalu memandang sebelah mata dengan dalih menguntungkan masyarakat di setiap pro­gramnya. Banyak dalih dan alasan untuk membeli pelajaran pada masyarakat. Protes pun tidak pernah didengar atau masyarakat tidak pernah dimintai pendapatnya dalam melahirkan program baru. Sekalipun ada wakil masyarakat nyaris tak terasa keber­adaan dan eksyennya.


Seharusnya bukan konsumen atau masyarakat saja yang harus dikenai beban dengan membayar plastik yang digunakan, tegas Tiwa, tetapi perusahaan-perusahaan yang memproduksi makanan, minuman, bumbu, deterjen, shampo, dan lain-lainnya, juga harus dikenakan sanksi itu. “Toh konsumen selama ini tinggal terima barang yang dibungkus plastik tersebut? Konsumen tidak bisa menawarkan diri harus menggunakan bahan yang lebih aman atau ramah lingkungan. Jadi edukasi untuk penyelamatan alam karena plas­tik, ya jangan hanya masyarakat saja yang harus menerima beban. Memang uang Rp 200 nilainya tidak seberapa, tapi kalau dalam jumlah banyak akan menjadi nilai uang yang besar juga,” tegas Tiwa.

Selama belum ada kantong nonplastik pengganti kantong plastik, akan sulit bagi pemerin­tah untuk melarang masyarakatnya menggunakan kantong plas­tik.Hal senada diutarakan pengamat Ekonomi lainnya di Kabupaten Ciamis, Tiwa Sukrianto. Menurutnya, penggunaan kantong plastik berbayar, yang dikenakan Rp. 200 per plastik. Program ini bertujuan untuk mengurangi sampah plastik yang setiap harinya terus meningkat dan penyelamatan alam. “Tentu selalu ada pro dan kontra di setiap perubahan atau program baru yang diluncurkan pemerintah. Tetapi kenapa harus dibebankan pada kon­sumen/masyarakat semuanya,” kata Tiwa


Artinya, pemerintah sebaiknya tidak hanya latah untuk menerapkan sebuah kebijakan dari pemerintah pusat, tanpa mengukur efektivitasnya,” kata Andi.Tak heran, tandas Andi, jika bebera­pa kabupaten/kota lain ada yang berani menolak kebijakan tersebut, karena selain dianggap tidak efektif, kebijakan terse­but justru hanya akan menguntungkan pengusaha yang se­harusnya memiliki kewajiban untuk menangani persoalan sam­pah plastik. Selain mengubah pola pikir masyarakat, langkah strategis untuk mengurangi sampah plastik juga bisa dilakukan dengan rekayasa teknis pemerintah untuk memproduksi kantong berba­han nonplastik. Dan warga diharuskan untuk menggunakan kantong ramah lingkungan tersebut.



Kedua, bagaimana pengelolaan dana hasil dari penjualan kantong plastik tersebut. Apakah dikelola oleh supermarket, oleh pabrik kantong plastik/pengusaha atau oleh pemerintah daer­ah? Bagaimana pula perhitungan dan pengawasan anggaran­nya.Ketiga, bahwa pasokan sampah kantong plastik pasti lebih banyak dihasilkan dari rumah tangga yang berbelanja dari warung-warung atau toko nonsupermarket. Artinya, kalaupun ketentuan kantong plastik berbayar diterapkan, tidak akan be­rarti secara signifikan akan mengurangi sampah kantong plas­tik. “Oleh karena itu, upaya mereduksi sampah kantong plastik seyogyanya dimulai dan dilakukan dengan mengubah pola pikir masyarakat untuk secara bijaksana meninggalkan penggunaan kantong plastik. Berdasarkan data yang dihimpun tim Lawu News, diterapkannnya ketentuan penggunaan kantong plastik berbayar, khususnya di supermarket di Kabupaten Ciamis, sebagai langkah mengurangi jumlah sampah plastik yang setiap hati jumlahnya terus meningkat. Hanya saja, apakah kebijakan tersebut akan efektif untuk mereduksi sampah plastik di Kabupaten Ciamis. Salah satu pengamat ekonomi yang merupakan pengurus LSM perlindungan konsumen di Kabupaten Ciamis, Andi Alfikri, menegaskan kebijakan pemerintah tersebut harus disosialisasikan sampai lapisan terbawah jangan sampai masyarakat merasa dirugikan. Pasalnya, tegas Andi, pertama, ketentuan membayar kantong plastik pesimistis akan menyurutkan konsumen untuk meninggalkan penggunaan kantong plastik. Apalagi hanya dengan membayar Rp. 200.




Goodybag BSD
bottom of page