Mengenal Kampung Daur Ulang Sampah Makassar
- ratna tia
- Nov 22, 2017
- 5 min read
Usaha daur ulang | goody bag jakarta

UKM Adhitya, tak hanya membuat produk daur ulang plastik dan kertas. Dua tahun terakhir, berupaya mengembangkan industri pupuk kompos, dan membantu sekolah-sekolah membuat lubang resapan biopori. “Peminat pupuk kompos ini cukup banyak dan kontinyu. Sekolah-sekolah juga pesan.”
Ternyata UKM Adhytya juga memiliki usaha dampingan tersebar di hampir seluruh kabupaten dan kota di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah. Sampai saat ini, sudah sekitar 32 UKM menjadi binaan.
UKM ini juga memberikan banyak pelatihan di berbagai daerah. Kebanyakan pelatihan datang dari pemerintah daerah. Biasa, dalam pelatihan UKM mengikutkan enam sampai tujuh pelatih dengan spesialisasi berbeda.
Mengenai pemasaran produk, dia tak mengalami kesulitan, bahkan terkadang kewalahan memenuhi pesanan, yang mayoritas dari instansi pemerintah dan swasta.
“Kalau ada event-event tertentu, pesanan bisa melonjak dan kadang kami tidak bisa memenuhi. Bukan hanya terkendala bahan baku, tenaga kerja masih terbatas. Apalagi jika pemesanan ditarget harus cepat.”
Bagaimana mendapatkan sampah? “Sampah plastik dan kertas didapat dengan berbagai cara. Ada mengumpulkan dari lingkungan sekitar, juga bekerjasama dengan sejumlah pengelola tempat pembuangan akhir (TPA) di Makassar.” Sedang sampah dari Unilever, sejak setahun ini terhenti. UKM ini juga menyediakan bank sampah.
Meskipun begitu, Ahmad masih sering mengalami kekurangan stok. Apalagi sampah dari TPA terkadang banyak tak bisa dipakai karena jelek atau sobek.
“Dalam waktu-waktu tertentu, seperti sekarang, stok bahan baku sangat sulit diperoleh, kala permintaan justru meningkat. Terpaksa kami keliling kemana-mana, bahkan datang rumah ke rumah ,” ujar dia.
Harga pun bervariasi, tergantung bahan dan besaran produk. Harga tas laptop, misal, dijual Rp120 ribu, ransel Rp80 ribu hingga Rp150 ribu, tas hp Rp10.000, tas jinjing Rp50 ribu–Rp150 ribu, dan bingkai foto kertas plintir Rp50 ribu. Dalam sebulan rata-rata omzet penjualan berkisar Rp6 Juta hingga Rp10 juta.
Dalam mengerjakan berbagai produk ini, UKM Adhytya membuat kelompok-kelompok kerja kecil, secara terspesialisasi. Untuk produk botol minuman dikerjakan kelompok sendiri, begitupun kresek atau kertas.
Saat ini, UKM ini memiliki 12 mesin jahit, yang diperoleh dari bantuan maupun menyisihkan keuntungan usaha. Mengenai pembagian gaji, disesuaikan produksi masing-masing anggota, dan ada kewajiban menyisihkan 10 persen keuntungan buat keperluan kelompok.
Dia menceritakan, usaha daur ulang yang sebagian besar beranggotakan ibu-ibu rumah tangga ini sudah berkembang. Mereka mendapat dukungan dari berbagai pihak, baik Pemkot Makassar, juga swasta, antara lain Unilever, yang menyediakan limbah plastik. Kementerian Pemberdayaan Perempuan juga membantu. “Waktu Bu Menteri datang ke sini, beliau membeli beberapa produk kami sebagai souvenir dari Makassar,” ucap Ahmad.
Bahan dasar kerajinan ini plastik dan kertas. Untuk plastik misal, kantong kresek, botol minuman, bungkus mie instan, dan berbagai kemasan berbahan plastik lain. Sedangkan kertas bisa koran bekas dan karton.
Sampah plastik dibentuk menjadi tas ransel, topi, sandal jepit, hingga taplak meja. Ada juga mainan anak-anak, tas hp, tas laptop, bunga plastik, dan lain-lain. Sedang sampah kertas untuk bingkai foto, mainan anak-anak, kotak tissue, kotak pensil dan kotak perhiasan.
“Kalau orang bicara tentang kampung daur ulang sampah di Makassar, pasti Kelurahan Karanganyar. Sudah dikenal dimana-mana,” kata Ahmad Sesse Selasa (20/8/13), kala ditemui Mongabay di rumah, sekaligus bengkel kerja UKM Adhitya.
Ahmad mengatakan, kerajinan daur ulang sampah dimulai tahun 2008. Inisiatif awal dari Kementerian Lingkungan Hidup Sulawesi, Maluku, Papua (Sumapapua). Kementerian ini juga yang memberikan bimbingan dan pelatihan awal. Namun, UKM ini tetap eksis dan mandiri meski tidak lagi mendapat dukungan KLH.
Sebagian besar instansi pemerintah di Makassar, sudah bekerja sama dengan UKM beranggotakan 40 orang ini. Ia bahkan mendapatkan penghargaan dari Pemkot Makassar karena dinilai berkontribusi atas penghargaan Adipura 2013 untuk kota ini beberapa bulan lalu. Kelurahan Karanganyar, lokasi UKM ini berada, dikenal sebagai kampung daur ulang di Makassar.
Jika sebagian orang kesulitan membuang sampah, Ahmad Sesse justru mencari sampah, terutama plastik dan kertas. Mengapa? Ternyata, dua jenis sampah ini bahan baku kerajinan daur ulang yang dia kelola melalui unit kegiatan masyarakat (UKM) Adhytya.
Wahyudi, Mengubah Koran Bekas Jadi Kerajinan Bernilai Tinggi | goody bag jakarta
Namun, pemasaran yang dilakukan Yudi masih terbilang klasik, belum memanfaatkan teknologi dan jejaring sosial. "Mungkin ke depannya saya akan mempromosikan hasil karya saya di jejaring sosial. Dan, hasil karya tangan saya tidak hanya replika motor, becak maupun perahu layar. Namun, beberapa khas yang berkaitan dengan Bogor," pungkasnya.
"Terakhir saya ikut pameran di Gedung Kesenian Kabupaten Bogor. Alhamdulillah, Pak Sekretaris Daerah Kabupaten Bogor membeli satu perahu layar buatan saya," imbuh Yudi.
Boleh dibilang, Yudi orang pertama kali di wilayah Citeureup yang memanfaatkan kertas koran menjadi karya yang bernilai ekonomi sehingga dia mampu menafkahi kebutuhan keluarganya.
“Sebetulnya, saya mulai membuat kerajinan tangan ini sejak tahun 2005 lalu, hanya saja menggunakan bambu dan botol bekas. Baru delapan bulan lalu, saya mencoba menggunakan koran bekas dan ternyata hasilnya lebih bagus dan menarik perhatian masyarakat,” ungkapnya.
Dengan modal koran bekas dan lem kayu, Yudi mulai memamerkan hasil karyanya dalam berbagai pameran mulai di JCC (Jakarta Convention Center) dan berbagai pameran lainnya di wilayah Bogor.
“Kebetulan waktu itu ada pameran di pabrik Indocement. Eh, ada turis asal Jerman yang berminat. Akhirnya, tiga replika perahu dan dua becak pun dibeli,” tuturnya kepada Kompas.com, baru-baru ini.
Sebelum menggunakan kertas koran, Yudi sempat mencoba membuat replika menggunakan bahan dasar lainnya, seperti bambu dan botol air mineral bekas. Namun, hasilnya kurang maksimal.
Tinggal di rumah sepetak di bilangan Citeureup, pria kelahiran Jakarta ini menghabiskan waktunya untuk membuat replika seperti motor, becak, perahu, bingkai foto, hingga lampu hias dengan menggunakan bahan dasar koran bekas. Hasil karya Yudi, sapaan akrabnya, dibanderol dengan harga bervariasi tergantung tingkat kesulitannya, mulai dari yang termurah Rp 50.000 hingga Rp 1 juta.
Di tangan Wahyudi (38), warga Kampung Kamurang, RT 02 RW 04, Kelurahan Puspanegara, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, kertas koran bekas mampu disulapnya menjadi barang yang bernilai tinggi. Tak tanggung-tanggung, peminatnya pun menyasar hingga turis mancanegara.
Bisnis Tas Berbahan Alami yang Menjanjikan | goody bag jakarta
Tak tanggung-tanggung, tas buatannya itu sudah dimiliki oleh beberapa tokoh terkenal. Salah satunya pemilik Marta Tilaar yang suka mengoleksi produk dari Gendhis Natural Bag. Begitu juga dengan Ibu Negara Iriana Joko Widodo juga kerap mengontak secara pribadi untuk memesan tas di Gendhis Natural Bag.
Menurutnya, tas Gendhis Natural Bag ini dibuat dengan tidak mudah. Biasanya satu buah tas dibuat selama dua hari dan dikerjakan oleh tiga orang. Karena dibuat dari tangan, bukan dari alat atau mesin.
Dari ketelatenan dan kreativitas yang tertuang dalam setiap produknya, pada akhirnya masyarakat mulai mengenal brand produk ini. “Untuk sampai pada tahap orang sudah mengenal brand kita, memang perlu waktu yang cukup lama.”
Lulusan Kedokteran Gigi Universitas Gajah Mada Yogyakarta dan juga sudah bekerja sebagai dokter gigi ini mengatakan memang punya hobi dalam mendesain dan membuat produk tas. Ia mengaku sangat bangga dan bahagia jika sudah berhasil membuat satu buah tas. Maka dari itu dia memutuskan untuk menggeluti hobinya tersebut.
“Enak sekali jika bekerja dengan hobi kita karena kita akan semakin bersemangat dalam menjalankan pekerjaan,” katanya, saat ditemui, beberapa waktu lalu.
Di antara produk tersebut yakni tas yang dibuat dari bahan-bahan alami oleh Ferry Yuliana Syarif. Ia kini punya perusahaan home industri perorangan Gendhis Natural Bags.
Semakin banyak industri dan kerajinan yang menggunakan bahan baku dari bahan alami. Dari tangan-tangan yang kreatif, bahan mendong, pandan, enceng gondok, rotan, bambu, agel, kulit, dan nilon pun diubah menjadi produk-produk unik yang memiliki nilai ekonomis tinggi.
留言