top of page

Manfaatkan Limbah Sawit, Pertamina Dorong Ekonomi Kreatif di Aceh

  • Writer: ratna tia
    ratna tia
  • Nov 20, 2017
  • 5 min read

Kerajinan limbah kelapa sawit | goody bag company


Menurutnya, hampir semua bagian dari kelapa sawit yang selama ini dibuang menjadi bermanfaat dan memiliki nilai ekonomi.


"Produk-produk kami juga di pajang di galery Ajang Ambe. Show room yang menampung lebih dari 40 mitra UMKM di wilayah Aceh Tamiang," pungkas Jana.


Efika Jana, Ketua Kelompok Karya Muda mengatakan sejak 2013, bantuan dari Corporate Social Responsibility (CSR) PT Pertamina EP kini ibu rumah tangga di wilayah Kampung Paya Bedi Kecamatan Rantau dapat mengisi waktu kosongnya dan mendapatkan penghasilan.


Sementara itu, produk anyaman mitra binaan PEP Field Rantau ini beragam bentuk dan ukuran, seperti tas jinjing, tas laptop, kotak tisu, hingga sapu lidi. Sedangkan harga produk berkisar Rp 20.000 sampai Rp. 200.000.


"Selama sebulan mereka bisa mengantongi pendapatan hingga Rp 3 juta," tambahnya.


Sebagian dari mereka jadi pengumpul dan kemudian dibeli koperasi. Sebagian yang lainnya menjadi penenun, pembuat pola dan menganyam. Upah kerja mereka setelah dikurangi bahan baku rata-rata Rp 30.000 per produk.


Selain limbah kelapa sawit, lanjut Ricard, kelompok ibu rumah tangga berjumlah 24 orang ini juga mencari bahan baku lain seperti lalang, eceng gondok, serat gedebong pisang, daun serai untuk mengembangkan produk anyamannya.


"Pertamina mendanai penyediaan mesin tenun, bahan baku seperti kain, benang, serta memberi pendampingan bekerjasama dengan mitra agar usahanya kokoh dan berkelanjutan," jelasnya.


Field Manager PEP Rantau, Richard Muthalib menjelaskan, untuk meningkatkan kemampuan mitra binaan, Pertamina telah menunjuk LP2K untuk mendampingi kelompok pengrajin dengan memberikan pelatihan dan pendampingan dalam rangka penguatan kelompok, pemasaran, permodalan.


Selama empat tahun dalam pembinaan, Karya Muda sudah mendapat bantuan sebesar Rp 700 juta.


Pembentukan kelompok kerajinan tersebut dilakukan untuk mendorong peningkatan ekonomi masyarakat melalui produk-produk kerajinan tangan yang dibuat menggunakan limbah kelapa sawit seperti pelepah pohon kelapa sawit.


Selain membentuk kelompok kerajinan, anggota juga didorong untuk memiliki sumber ekonomi baru dan berkelanjutan dengan badan usaha berbentuk koperasi.


Per­tamina EP Field Rantau membentuk Kelompok Pengrajin Anyaman Karya Muda di Kampung Paya Bedi Kecamatan Rantau Kabupaten Aceh Tamiang sejak tahun 2013.


Kelapa sawit selain dikenal sebagai salah satu bahan baku utama minyak goreng, akan tetapi juga menyimpan potensi ekonomi lain yakni produk kerajinan tangan.


Tas Pelepah Pisang Asli Lamongan Tembus Pasar Eropa | goody bag company


Falis menandaskan, terkait harga kerajinan tas hasil karya salah seorang warga Lamongan pun tergolong katagori murah, yaitu seharga Rp 70 ribu hingga Rp 200 ribu “Tergantung mudah atau sulitnya saat proses pembuatannya,” pungkasnya.


Dia berharap agar masyarakat di desa-desa di seluruh Lamongan yang terdapat banyak pohon pisang, juga turut mendorong untuk pengembangan usaha kerajinannya. “Mari bersama-sama meningkatkan perekonomian secara bersama meski kita berada di pedesaan,” ujarnya semangat.


”Kondisi ini membuat kami membutuhkan banyak pelepah pisang, agar mampu melayani pelangan, baik pelanggan pasar ekspor maupun pelanggan dari kota-kota besar di Indonesia, seperti dari Jogja, Surabaya, Jakarta dan Bali,” terang Falis.


Diungkapkan olehnya, sebenarnya pembuatan tas ini sudah berlangsung beberapa tahun terakhir. Awalnya tas ini tidak begitu dinikmati. Namun dengan ketekunan dan semangat berinovasi serta diikutkan dalam even-even pameran, akhirnya produk yang di hasilkan pun mampu menembus pasar nasional hingga ekspor.


Falis menegaskan, perpaduan bahan alami dan pernak-pernik berbahan plastik dan pita, semakin mempercantik tampilan tas pelepah pisang. Sehingga hasilnya dapat menunjukan nilai seni yang tinggi.


Tak hanya itu, lanjut perempuan berusia 40 tahun tersebut, proses pembuatan kerajinan tas pelapah pisang ini sangat sederhana, bahkan tak perlu menggunakan alat mesin. “Seluruhnya murni dari buatan tangan, sehingga kami hanya membutuhkan ketelitian dalam proses pembuatan agar menghasilkan karya yang maksimal,” ungkapnya.


“Selain melayani pasar tempat wisata, kita juga sudah melayani pelanggan dari Eropa. Sebenarnya ide pembuatan tas dari kerajinan berbahan dari pelepah pisang ini berawal dari banyaknya pelepah di daerah pedesaan yang tak difungsikan dengan baik. Kemudian kita mencoba untuk memanfaatkannya sebagai bahan baku tas yang memiliki nilai ekonomi,” ujar Falis.


Salah satu warga Lamongan yang menekuni kerajinan tas pelepah pisang adalah Falis, warga jalan Sunan Kali Jogo Kota Lamongan. Bahkan dari berbagai hasil karya Falis sudah melayani pelanggan hingga ke mancanegara yakni Eropa.


Pelepah pisang biasanya jadi momok tersendiri bagi masyarakat bahkan ada yang dibuang atau dibakar, karena dianggap sebagai sampah. Namun, hal itu justru tak berlaku lagi bagi warga Lamongan. Pasalnya, atas ulah tangan kratif, pelepah pisang justru dijadikan bahan utama membuat kerajinan tas yang dinilai memiliki ekonomi tinggi.

Bermula Iseng, Kini Andre Bisa Pekerjakan 20 Orang | goody bag company

"Mereka harus di-support terus, jangan dibiarkan. Apalagi sudah berkembang seperti sekarang, tentu akan membawa hari nama Bondowoso," sebut dia,


Untuk itulah, Sinung berharap kepada pemerintah daerah, untuk lebih serius mengawal produk lokal Bondowoso, dan ikut memasarkan ke luar.


"Motif batik Bondowoso cukup kaya dan sangat beragam. Banyak wisatawan asing yang datang kesini, dan mereka membeli batik khas Bondowoso," ucapnya.


Selain handicraft, industri kreatif lain yang saat ini sedang berkembang di Bondowoso adalah batik.


"Terbukti, produk handicraft milik Mas Andre ini mampu tembus ke pasar mancanegara," katanya.


Sementara, pembina rumah industri kreatif Bondowoso, Sinung Sudrajat, mengatakan, sebenarnya Kabupaten Bondowoso memiliki banyak industri kreatif, yang butuh sentuhan dan pendampingan dari pemerintah setempat.


"Alhamdulillah, saat ini saya bisa membantu tetangga, teman, dengan ikut bersama- sama bekerja disini. Total ada 20 orang yang kerja di sini," ucapnya.


Seluruh handicraft yang saya buat langsung diekspor ke sana (Australia) oleh distributor saya," tambah dia.

Andre mengaku dirinya terus mengembangkan usaha tersebut dengan membuat sejumlah terobosan dan menjaga kualitas.


"Alhamdulillah, setelah pesanan tersebut, ternyata pesanan terus mengalir sampai sekarang. Handicraft yang saya buat khas Australia, karena identik dengan suku Aborigin, misalnya bumerang, kemudian alat musik, tempat gelas dan botol," ucapnya.


"Waktu itu saya langsung dikontak distributor di Bali, dan langsung order cukup banyak. Waktu itu order pertama saya cukup besar yakni Rp 70 juta. Kaget saya, karena cukup banyak juga, apalagi pemula seperti saya," sebutnya.


Tawaran tersebut dikerjakan dalam waktu dua bulan, karena jumlahnya cukup banyak, mencapai 10.000 handicraft.


Akhirnya, kerja keras Andre membuahkan hasil, sebab banyak wisatawan mancanegara terutama dari Australia yang menyukai produknya.


"Saya tidak menyerah, karena hanya persoalan kualitas saja. Akhirnya saya perbaiki, dan saya kirim lagi ke distributor itu. Waktu itu saya hanya buat lima biji saja, khawatir tidak laku lagi," kata dia.


Andre pun memperbaiki kualitas produknya supaya bisa dilirik oleh pembeli.


Jalan Andre membangun usaha tersebut tidak mulus, sebab, selama empat bulan lamanya, tidak ada kabar dari Bali, apakah produk yang dia titipkan laku atau tidak.


"Waktu itu saya nunggu hingga empat bulan, karena lama akhirnya saya menghubungi distributor di Bali, tanya apakah barang saya laku atau tidak. Ternyata begitu ditanya, barang saya tidak laku karena kualitasnya kurang baik," ungkapnya.


Dengan berbekal kemampuan seadanya, Andre yang menggeluti usaha ini sejak tahun 2011 itu, kemudian membuat kerajinan tangan untuk dibawa ke Bali.


"Saya akhirnya buat 10 biji dulu, lalu saya bawa ke Bali. Waktu itu saya buat handicraft berupa bumerang, karena akan dikirim ke Australia," katanya.


"Awalnya sih iseng saja, ada teman baru pulang dari Bali, dan datang ke rumah, lalu ngajak bisnis. Karena bingung, akhirnya iseng saja buat handicraft untuk dikirim ke Bali," kenangnya, Rabu (14/6/217).


Siapa yang menyangka, bermula hanya iseng untuk berbisnis pembuatan kerajinan tangan (handicraft), kini Andre Trinanda Kusuma, sukses di bidang tersebut.


Bahkan, produk handicraft produksi warga Kelurahan Blindungan, Kecamatan Bondowoso, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, sudah diekspor ke Australia.



 
 
 

Opmerkingen


Goodybag BSD

Also Featured In

    Like what you read? Donate now and help me provide fresh news and analysis for my readers   

Donate with PayPal

© 2023 by "This Just In". Proudly created with Wix.com

bottom of page