top of page

Longgena Ginting: Tak Cukup Hanya dengan Kantong Plastik Berbayar

  • Writer: ratna tia
    ratna tia
  • Aug 15, 2017
  • 7 min read

Kurangi penggunaan kantong plastik | goody bag bagus



Ada gelagat incinerator dibangun ditunggangi kepentingan yang memanfaatkan isu energi. Mereka menyebut sampah untuk energi. Kelihatan bagus dan indah sekali. Tapi ini hanya solusi instan bagi masalah sampah. Pokoknya, dibakar lalu energi dipakai. Itu bukan solusi justru membuat masalah baru. Sudah ada rencana membangun di tujuh kota di Indonesia, bahkan akan ada Kepres.


Kami khawatir soal penanganan sampah lewat incinerator. Kami menolak incinerator karena tidak menyelesaikan masalah. Memang plastik atau sampah hilang karena dibakar, tetapi sebetulnya tidak hilang. Dia berubah jadi gas, yang menyebar ke alam, tanah, laut, danau, dan lain-lain. Bahkan kita hirup.


Ya, Jakarta juga mundur. Sangat disayangkan. Menurut saya sikap ini terlalu terburu-buru. Harusnya bisa menunggu dua atau tiga bulan sambil melihat evaluasi, dan bagaimana mengatasinya. Jangan begitu mudah membuat kebijakan, begitu mudah diubah.


Dalam beberapa kasus seharusnya bisa mulai dipikirkan pelarangan penggunaan plastik agar tak menjadi masalah. Bukan hanya kantong plastik, juga lebih luas seperti botol plastik, kemasan-kemasan lain seperti dari stereofoam. Ada banyak bahan lain bisa didaur ulang. Perusahaan harus melihat peluang ini. Jadi masalah membayar kantong plastik hanya semacam setitik solusi dari banyak sekali masalah. Kita jangan terjebak pada masalah kecil dari segudang masalah plastik yang seharusnya diatasi lebih komprehensif, hingga ke akar masalah.


Kita mudah mendapatkan kantong plastik, lalu mudah membuang, dibakar, atau ke laut.


Ada berkembang isu (kebijakan itu) untuk kepentingan industri plastik agar mendapat bayaran. Jangan diperluas lagi pikiran seperti itu. Konsumen mendapat plastik atau tidak sebenarnya plastik sudah dibeli pengusaha retail atau warung.


Masalah yang dihadapi jauh lebih berat dari apa yang dibayangkan. Lautan sudah penuh plastik, lingkungan penuh sampah plastik. Bahkan khawatir sudah masuk ke rantai makanan. Kebijakan kantong plastik harus melangkah lebih jauh, misal dengan melarang sama sekali penggunaan kantong plastik. Beberapa kota di dunia melakukan itu.


Saya mengerti ada banyak perdebatan mengenai kantong plastik berbayar. Kita harus melihat dengan cara begini: seharusnya ketika membeli barang di toko, warung, atau di manapun, plastik tak disediakan gratis. Kalau seseorang mau berbelanja bawalah kantong sendiri. Kalau tidak ada, berarti harus membeli. Jadi jangan dilihat ini menjadi beban konsumen dengan membeli plastik sebagai biaya tambahan karena selama ini gratis. Mungkin karena ini pulalah tertanam di benak konsumen, plastik itu murah. Plastik itu gratis.


Sebetulnya tak cukup, tetapi sebagai langkah awal, bagus. Kebijakan itu jangan berdiri sendiri, harus ada kebijakan lebih luas lagi.


Pemerintah berupaya mencari cara pengurangan pengggunaan sampah plastik. Salah satu, per 21 Februari 2016, beberapa kota mulai ikut uji coba kantong plastik berbayar. Aturan yang dibuat minimal harga plastik Rp200. Pemerintah daerah bisa menentukan besaran harga plastik sendiri. Beragam tanggapan muncul. Banyak menyambut positif dan setuju, kebijakan ini, ada juga yang protes dengan bermacam alasan.


Saya berbincang-bincang dengan Kepala Greenpeace di Indonesia, Longgena Ginting, seputar isu ini. Berikut petikannya.


Sampah plastik menjadi masalah makin serius di Indonesia. Negeri ini, penghasil sampah plastik di laut terbesar ke dua setelah Tiongkok. Per menit, Indonesia menggunakan kantong plastik lebih satu juta. Indonesia tercatat penyumbang sampah plastik 10% dari total dunia.

Program Kantong Plastik Berbayar di Ritel Moderen Dihentikan, Mengapa? | goody bag bagus


Nadia Mulya, Duta GIDKP menyatakan hal serupa. Dia memahami APRINDO mementingkan kelangsungan para anggotanya dan membutuhkan ketegasan pemerintah. Masyarakat tidak paham, kebijakan ini bukanlah membebankan mereka, justru memberi mereka pilihan. “Ingin membayar biaya kantong plastik yang selama ini dibebankan pada harga jual atau diberikan pilihan: membawa tas belanja sendiri dan hanya membayar barang yang dibeli.”


Isi rancangan pengurangan kantong plastik tersebut disampaikan pertama kali pada Rapat Pengurangan Sampah Plastik di Banjarmasin, 7 September lalu. Dalam rancangan diatur kewajiban pelaku usaha mendorong konsumen menggunakan tas belanja pakai ulang. Selain itu mewajibkan pelaku usaha membebankan biaya untuk setiap lembar kantong plastik yang masih diminta oleh konsumen, dan menyediakan insentif bagi konsumen yang membawa tas belanja pakai ulang, serta mekanismenya.


GIDKP menekankan pentingnya komitmen penuh yang tidak hanya dari pelaku usaha, namun juga dari pemerintah pusat dan daerah. Saat ini, rancangan Peraturan Menteri dalam proses penyusunan, harus disosialisasikan dan dikeluarkan. “Isi dari Rancangan Peraturan Menteri sudah komprehensif dan sebenarnya banyak menjawab pertanyaan masyarakat,” lanjut Tiza Mafira.


Karena itu, APRINDO mendorong pemerintah segera mengeluarkan payung hukum. “Isinya simpel saja, beritahukan kepada pelaku usaha, tidak boleh cuma-cuma dalam hal penggunaan kantong plastik. Soal harga dan lainnya, serahkan pada mekanisme perdagangan. Upaya penggunaan kantong plastik ini diharapkan tidak dicampuradukkan dengan masalah sampah dan harga.”


Ketika disinggung upaya asosiasi untuk memberikan penyadaran kepada masyarakat dan konsumen, Tutum mengatakan hal itu memang penting dilakukan. “Tapi bukan hanya APRINDO, ada banyak pihak.”


Wakil Ketua Umum APRINDO Tutum Haranta membenarkan penghentian uji coba kantong plastik berbayar tersebut. “Kami mendukung pengurangan kantong plastik tapi belum ada payung hukumnya. Kami kesulitan di lapangan,” ujarnya saat dihubungi Mongabay.


Menurut Tutum, anggotanya mengalami kesulitan penerapan di daerah masing-masing. Ada pula lembaga swadaya masyarakat yang menanyakan insentif uang penjualan kantong plastik hingga anggota yang dipanggil kepolisian untuk menjawab pertanyaan penggunaan uang penjualan plastik tersebut. “Ini salah kaprah, kami lelah kalau harus menghadapi itu semua. Lebih baik tidak dilaksanakan. Kami dirugikan, imbasnya juga ke konsumen.”


“Hingga saat ini, ritel moderen belum melaporkan data pengurangan kantong plastik seperti yang tercantum di Surat Edaran No.SE.8/PSLB3/PS/PLB.0/5/2016 tanggal 31 Mei 2016 tentang Pengurangan Sampah Plastik Melalui Penerapan Kantong Belanja Plastik Sekali Pakai Tidak Gratis dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),” ujar Tiza Mafira, Direktur Eksekutif GIDKP.


Tiza juga mengingatkan komitmen asosiasi tersebut seperti yang tercantum pada Surat Edaran No. S.1230/PSLB3-PS/2016 tanggal 17 Februari 2016 tentang Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik Berbayar dari KLHK yang belum dijalankan. Yaitu, memberikan insentif kepada konsumen, mengelola sampah, dan tanggung jawab sosial perusahaan.


Menurut laporan Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bandung, terdapat pengurangan kantong plastik sebesar 42% sejak diberlakukan aturan tersebut. Hal serupa terjadi di Kota Balikpapan yang terjadi pengurangan sekitar 45 persen. DKI Jakarta pun sedang menyiapkan peraturan mengenai kantong belanja ramah lingkungan, salah satunya akan melarang penggunaan kantong plastik.


GIDKP berharap, APRINDO tetap menunjukkan dukungan pengurangan sampah plastik dengan mengingatkan konsumen untuk membawa tas belanja sendiri.


Penerapan kantong plastik berbayar di ritel moderen sudah berjalan tujuh bulan, sejak 22 Februari 2016, bertepatan Hari Peduli Sampah Nasional. Uji coba ini cukup signifikan perkembangannya, dimulai 22 kota dan 1 provinsi lalu diperluas cakupannya menjadi nasional. Dari laporan yang diterima Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tercatat ada beberapa kabupaten/kota yang membuat peraturan terkait pembatasan kantong plastik. Termasuk Kota Banjarmasin yang melarang penggunaan kantong plastik di ritel moderen pada 1 Juni lalu.


Rahyang Nusantara, Koordinator Harian GIDKP menyatakan ada bukti efektifitas uji coba dan momentum yang meningkat di masyarakat tentang kesadaran perlunya pengurangan kantong plastik. “Dukungan APRINDO sangatlah penting menjaga momentum tersebut, sayang sekali bila mereka hengkang dari komitmennya,” ujarnya melalui pernyataan tertulis di awal Oktober.


Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) menyayangkan sikap Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) yang memutuskan menghentikan uji coba penerapan kantong plastik tidak gratis mulai 1 Oktober 2016. GIDKP menilai, seharusnya niat baik APRINDO untuk menyelamatkan lingkungan bukan bergantung pada paksaan peraturan pemerintah.


Setelah Tiga Bulan Ujicoba Kantong Plastik Berbayar, Bagaimana Selanjutnya? | goody bag bagus


”Sebanyak 35,5% konsumen menyarankan sekalian meniadakan kantong plastik agar kebijakan lebih efektif. Namun, ritel harus aktif menyiapkan kantong ramah lingkungan maupun kardus.


Dia berharap, peritel, bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah (extended producer responsibility/ERP). Yakni, setiap ritel mengambil dan mengelola sampah plastik dari gerainya. ”Ini bias melibatkan pemulung dan bank sampah.”


Perlu juga, katanya, penerapan intensif dan disintensif, missal, produsen menggunakan plastik biodegradle mendapat intensif.


”Rata-rata penggunaan kantong plastik per konsumen per transaksi kurang tiga kantong,” kata peneliti YLKI, Natalya Kurniawati.


YLKI menyatakan, tak memiliki data jumlah akurat karena penelitian menggunakan metode investigasi. “Tanpa ada izin, kita wawancara langsung, beberapa kasir hanya memberikan perkiraan.”


Keluhan konsumen terkait ketidakjelasan pengelolaan dana kantong plastik 33,7%. Alasannya, mereka tak tahu, dan tak ada informasi peritel.


Dalam penelitian YLKI dari 1 Maret-6 April 2016 ini, memperlihatkan, pengetahuan masyarakat bahwa tujuan kebijakan untuk mengurangi sampah dan menjaga lingkungan hanya 26,1% atau 58 dari 222 orang.

Penelitian dengan sampel 25 titik di Jakarta ini menunjukkan, ada penurunan konsumsi kantong plastik. Dari delapan minimarket, 11 supermarket dan hypermart dan enam departement store terjadi penurunan pada 16 ritel.


Tulus menyatakan, perlu ada transparansi dari selisih harga produksi dan berapa penyisihan untuk lingkungan terlebih bila harga plastik naik. YLKI menilai cocok harga plastik minimal Rp1.000.


YLKI tak menyetujui jika ada aliran dana ke pendapatan daerah (PAD) karena berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan lain. “Lebih baik, dana pengelolaan sampah oleh badan tertentu, tim independen, untuk apa saja, ke lingkungan dan lain-lain,” katanya.


Bulan lalu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyampaikan hasil survei, sekitar 50-60% konsumen bergantung pada kantong plastik. YLKI menilai kebijakan ini belum efektif mengurangi sampah, tetapi sudah berdampak positif dalam penggunaan kantong plastik. “Sudah ada perubahan perilaku,” kata Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI.


Sebanyak 56% konsumen mengeluhkan kebijakan ini karena dianggap kurang jelas dalam sosialisasi, mekanisme dan ketersediaan alternatif solusi bagi konsumen. Termasuk soal pengelolaan dana hasil penjualan kantong plastik.


Banyak kalangan menilai, harga Rp200 per kantong, terlalu murah. Jadi kurang berdampak bagi penurunan sampah. Bagi Dirman, pandangan itu jadi masukan.


“Masukan Komisi II DPR bilang kalau bisa pemerintah jangan matok harga berapa. Setelah dipelajari ada interval. Beberapa kota beda-beda. Nanti akan ada interval. Kini di lapangan Rp200-Rp5000.”


Kepala Subdit Barang dan Kemasan Direktorat Pengelolaan Sampah KLHK Ujang Solihin Sidik mengatakan, tengah menyiapkan surat edaran baru ujicoba kantong plastik berbayar di seluruh kota. Ujicoba, katanya, sambil menunggu permen selesai.


“Rencananya, akan undang 27 kota untuk evaluasi terakhir. Minta informasi monitoring dan evaluasi tiap daerah sebelum puasa.”


Hasil kesepakatan di Ombudsman, katanya, diminta penerapan seluruh kota. “Memang arahnya ke sana, tapi belum pasar rakyat. Sasaran kami pasar modern berjumlah 90.,” katanya.


Tahap awal, akan coba di ritel modern seperti kota-kota besar, kawasan industri dan lain-lain. Untuk pasar tradisional, ada langkah-langkah menuju ke sana tetapi tak sama dengan ritel modern. “Kita siapkan, gak berbarengan. Mungkin edukasi dulu.” Menurut dia, kebijakan buat pasar tradisional satu daerah, belum tentu sama dengan daerah lain.


Ritel modern berlaku keseluruhan. Di Banjarmasin, sekarang malah selangkah lebih maju dengan keluarkan peraturan walikota mulai Juni tak ada lagi kantong plastik di kota.”


Dia mengapresiasi langkah Walikota Banjarmasin. Meski dalam surat edaran KLHK, tak perintahkan tak pakai kantong plastik, terpenting tak gratis. “Saya apresiasi komitmen ini. Banjarmasin tak akan sediakan kantong plastik di ritel modern.”


Dirman mengatakan, kantong plastik berbayar akan diperluas ke seluruh kota di Indonesia. Peraturan menteri soal kebijakan kantong plastik tengah disiapkan, target selesai Juni.


KLHK, katanya, survei 160 ritel melibatkan 535 konsumen di 27 kota. Hasilnya, 92% sadar jika plastik berdampak buruk bagi lingkungan, 67% setuju membawa tas belanja sendiri. Hasil survey menunjukkan, dulu orang mrnghabiskan tiga kantong plastik saat berbelanja, kini hanya dua.


Setelah gerakan kantong plastik berbayar, timbunan sampah plastik di beberapa kota juga menurun. Di Banjarmasin, turun 80%, Palembang 40%, Surabaya 30-40%. Hanya Kendari turun tipis 5%. Rata-rata penurunan hampir 25%.


R Sudirman, Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan, kala evaluasi tampak konsumen mulai menyadari plastik berdampak buruk pada lingkungan hidup bahkan mengganggu kesehatan.


Ujicoba kebijakan kantong plastik bebayar sudah berjalan tiga bulan dan dinilai tepat karena berhasil mengurangi timbunan sampah kantong plastik. Selanjutnya, kebijakan kantong plastik berbayar akan diperluas ke seluruh kota di Indonesia.



 
 
 

Commentaires


Goodybag BSD

Also Featured In

    Like what you read? Donate now and help me provide fresh news and analysis for my readers   

Donate with PayPal

© 2023 by "This Just In". Proudly created with Wix.com

bottom of page