top of page

ACE Dukung Program Pemerintah Kurangi Penggunaan Sampah Plastik

  • Writer: ratna tia
    ratna tia
  • Jul 17, 2017
  • 7 min read

Penggunaan plastik ramah lingkungan biodegradable di semua toko | tas spunbond grosir







Juga ada program CSR Rupiah untuk Rumah, yaitu pembangunan 25 rumah layak huni untuk keluarga prasejahtera di enam kota di Indonesia yaitu Surabaya, Bali, Batam, Medan, Yogyakarta, dan Bandung.


Trees for Tomorrow, Menuju satu juta Pohon yaitu pembagian bibit pohon gratis untuk ditanam kepada customer dan masyarakat, sumbangan furnitur dan pembangunan ruang belajar untuk program pendidikan informal melalui program Jendela Dunia dan Rumah Belajar Kawan Lama Foundation, Belanja Bersama Anak Yatim yaitu program yang bekerjasama dengan PKPU, Office 1 mengajak sebanyak 250 anak yatim berbelanja kebutuhan sekolah.


Seperti program Donasi Kemanusiaan melalui PMI yaitu donasi kembalian pelanggan di toko ACE Hardware dan Informa Furnishings seluruh Indonesia yang hasilnya akan disalurkan melalui PMI untuk membantu kegiatan kemanusiaan, seperti bantuan untuk korban bencana alam, pendidikan pertolongan bencana dan kesehatan, Donasi satu unit ambulans kepada PMI Pusat.


Ditambahkan Corporate Marketing Director Kawan Lama Group, Nana Puspa Dewi, selain kegiatan ACE Bersih Indonesia, Kawan Lama Foundation juga telah menyelenggarakan berbagai kegiatan sosial lainnya.

Brand yang tergabung dalam Kawan Lama Group antara lain ACE, Informa, Toys Kingdom, Office 1, Pendopo, Bike Colony, Dr Kong dan Chatime.


Bersama Kawan Lama Foundation, ACE Indonesia menyelenggarakan berbagai kegiatan sosial. Kawan Lama Foundation ialah yayasan yang menaungi Kawan Lama Group untuk melakukan program corporate social responsibility (CSR) yang mendukung empat pilar kegiatan yakni pendidikan, lingkungan hidup, kemanusiaan dan pembangunan masyarakat.


Duty Store Manager ACE Hardware Cabang A Yani kilometer 6 Banjarmasin, Hengky Hendrawan, mengatakan semua kegiatan ini adalah wujud tanggung jawab sosial ACE Indonesia dalam bidang lingkungan hidup.


ACE Hardware mendukung program pemerintah untuk mengurangi sampah plastik melalui penerapan plastik berbayar, penggunaan plastik ramah lingkungan biodegradable di semua toko serta mengadakan program khusus untuk tas belanja lipat atau foldable yang dapat digunakan ulang setiap berbelanja di ACE.

Program Kantong Plastik Berbayar di Ritel Moderen Dihentikan, Mengapa? | tas spunbond grosir



Isi rancangan pengurangan kantong plastik tersebut disampaikan pertama kali pada Rapat Pengurangan Sampah Plastik di Banjarmasin, 7 September lalu. Dalam rancangan diatur kewajiban pelaku usaha mendorong konsumen menggunakan tas belanja pakai ulang. Selain itu mewajibkan pelaku usaha membebankan biaya untuk setiap lembar kantong plastik yang masih diminta oleh konsumen, dan menyediakan insentif bagi konsumen yang membawa tas belanja pakai ulang, serta mekanismenya.


Nadia Mulya, Duta GIDKP menyatakan hal serupa. Dia memahami APRINDO mementingkan kelangsungan para anggotanya dan membutuhkan ketegasan pemerintah. Masyarakat tidak paham, kebijakan ini bukanlah membebankan mereka, justru memberi mereka pilihan. “Ingin membayar biaya kantong plastik yang selama ini dibebankan pada harga jual atau diberikan pilihan: membawa tas belanja sendiri dan hanya membayar barang yang dibeli.


GIDKP menekankan pentingnya komitmen penuh yang tidak hanya dari pelaku usaha, namun juga dari pemerintah pusat dan daerah. Saat ini, rancangan Peraturan Menteri dalam proses penyusunan, harus disosialisasikan dan dikeluarkan. “Isi dari Rancangan Peraturan Menteri sudah komprehensif dan sebenarnya banyak menjawab pertanyaan masyarakat,” lanjut Tiza Mafira.


Karena itu, APRINDO mendorong pemerintah segera mengeluarkan payung hukum. “Isinya simpel saja, beritahukan kepada pelaku usaha, tidak boleh cuma-cuma dalam hal penggunaan kantong plastik. Soal harga dan lainnya, serahkan pada mekanisme perdagangan. Upaya penggunaan kantong plastik ini diharapkan tidak dicampuradukkan dengan masalah sampah dan harga.


Ketika disinggung upaya asosiasi untuk memberikan penyadaran kepada masyarakat dan konsumen, Tutum mengatakan hal itu memang penting dilakukan. “Tapi bukan hanya APRINDO, ada banyak pihak.

Menurut Tutum, anggotanya mengalami kesulitan penerapan di daerah masing-masing. Ada pula lembaga swadaya masyarakat yang menanyakan insentif uang penjualan kantong plastik hingga anggota yang dipanggil kepolisian untuk menjawab pertanyaan penggunaan uang penjualan plastik tersebut. “Ini salah kaprah, kami lelah kalau harus menghadapi itu semua. Lebih baik tidak dilaksanakan. Kami dirugikan, imbasnya juga ke konsumen.”


Wakil Ketua Umum APRINDO Tutum Haranta membenarkan penghentian uji coba kantong plastik berbayar tersebut. “Kami mendukung pengurangan kantong plastik tapi belum ada payung hukumnya. Kami kesulitan di lapangan,” ujarnya saat dihubungi Mongabay.


Tiza juga mengingatkan komitmen asosiasi tersebut seperti yang tercantum pada Surat Edaran No. S.1230/PSLB3-PS/2016 tanggal 17 Februari 2016 tentang Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik Berbayar dari KLHK yang belum dijalankan. Yaitu, memberikan insentif kepada konsumen, mengelola sampah, dan tanggung jawab sosial perusahaan.


“Hingga saat ini, ritel moderen belum melaporkan data pengurangan kantong plastik seperti yang tercantum di Surat Edaran No.SE.8/PSLB3/PS/PLB.0/5/2016 tanggal 31 Mei 2016 tentang Pengurangan Sampah Plastik Melalui Penerapan Kantong Belanja Plastik Sekali Pakai Tidak Gratis dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),” ujar Tiza Mafira, Direktur Eksekutif GIDKP.



Menurut laporan Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bandung, terdapat pengurangan kantong plastik sebesar 42% sejak diberlakukan aturan tersebut. Hal serupa terjadi di Kota Balikpapan yang terjadi pengurangan sekitar 45 persen. DKI Jakarta pun sedang menyiapkan peraturan mengenai kantong belanja ramah lingkungan, salah satunya akan melarang penggunaan kantong plastik.


GIDKP berharap, APRINDO tetap menunjukkan dukungan pengurangan sampah plastik dengan mengingatkan konsumen untuk membawa tas belanja sendiri.


Penerapan kantong plastik berbayar di ritel moderen sudah berjalan tujuh bulan, sejak 22 Februari 2016, bertepatan Hari Peduli Sampah Nasional. Uji coba ini cukup signifikan perkembangannya, dimulai 22 kota dan 1 provinsi lalu diperluas cakupannya menjadi nasional. Dari laporan yang diterima Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tercatat ada beberapa kabupaten/kota yang membuat peraturan terkait pembatasan kantong plastik. Termasuk Kota Banjarmasin yang melarang penggunaan kantong plastik di ritel moderen pada 1 Juni lalu.


Rahyang Nusantara, Koordinator Harian GIDKP menyatakan ada bukti efektifitas uji coba dan momentum yang meningkat di masyarakat tentang kesadaran perlunya pengurangan kantong plastik. “Dukungan APRINDO sangatlah penting menjaga momentum tersebut, sayang sekali bila mereka hengkang dari komitmennya,” ujarnya melalui pernyataan tertulis di awal Oktober.


Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) menyayangkan sikap Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) yang memutuskan menghentikan uji coba penerapan kantong plastik tidak gratis mulai 1 Oktober 2016. GIDKP menilai, seharusnya niat baik APRINDO untuk menyelamatkan lingkungan bukan bergantung pada paksaan peraturan pemerintah.


Mohamad Bijaksana Junerosano, Tas Ramah Lingkungan Berdayakan Industri Rumahan | tas spunbond grosir

Satu hal lagi, ucap Sano, yang ikut menentukan keberhasilan usahanya adalah tim yang solid. “Tanpa mereka, mungkin usaha saya tidak akan seperti sekarang.” Awalnya Sano hanya dibantu oleh rekannya Dodi dalam berusaha, namun kini telah ada 21 orang yang masuk tim inti usaha (diluar 28 penjahit yang menjadi mitra usahanya).


Di ajang tersebut, Sano menjadi salah satu finalis nasional WMM untuk kategori usaha industri kreatif. Sano juga berkesempatan mendapatkan beragam pelatihan, terutama mengenai manajemen dan etika dalam ber-bisnis. Hal tersebut sangat membantunya dalam mengembangkan usaha. Diakui Sano, semenjak bergabung dengan Bank Mandiri usahanya semakin berkembang. Tidak hanya dibantu dalam soal permodalan, tapi ia juga dibantumendapatkan bantuan dalam hal promosi dan pelatihan usaha.


Omzet usaha yang diperoleh Sano pun semakin lama semakin meningkat. Tahun 2009 lalu Sano memperoleh omzet usaha sebesar Rp 216 juta, namun pada tahun 2010 berhasil naik menjadi Rp 550 Juta dan pada tahun berikutnya kembali naik menjadi Rp 1,11 miliar. Jumlah penjahit yang terlibat dalam proses produksinya pun juga menunjukkan perkembangan yang cukup berarti, dimana awalnya hanya 2 orang, namun kini telah berkembang menjadi 28 orang.

Sano mencoba ikut serta dalam ajang Wirausaha Muda Mandiri (WMM) tahun 2011.


Sano bersyukur, saat ini kehidupan pelaku usaha industri rumahan yang membantunya dalam produksi tas baGoes menjadi semakin baik, seiring dengan bertambah banyaknya pesanan tas yang mereka kerjakan. Para penjahit tersebut berkesempatan pula untuk mendapatkan bantuan pinjaman dari Bank Mandiri sebesar Rp 20 juta per penjahit guna menambah kapasitas mesin jahitnya. “Meski begitu, untuk memenuhi pesanan kami saja mereka kadang masih kewalahan,” sambung Sano tersenyum.


Namun demikian, bukan berarti usahanya ini tidak menghadapi kendala. “Ini bukan tas biasa. Oleh karena itu, orang yang membeli produknya tersebut biasanya sudah memiliki kesadaran tentang lingkungan,” terang Sano. Tidak jarang orang menolak produk buatannya. Belum lagi dari pihak keluarga yang menyangsikan keberlangsungan usahanya tersebut.


Tapi hal itulah yang justru semakin menambah semangatnya memasarkan produk buatannya tersebut. Ternyata tas hasil produksinya tersebut laku terjual. Inilah yang membuat Sano semakin bersemangat. Nama tas baGoes pun mulai banyak dikenal orang. Hasil penjualan tas tersebut kemudian ia putar untuk memperbanyak produksi tasnya. Lambat laun usahanya pun makin berkembang.


Saat ini, dari seluruh hasil penjualan tas baGoes, sekitar 80%nya adalah custom order yang berasal dari lembaga-lembaga, perusahaan atau komunitas yang peduli lingkungan, sedangkan sisanya ia jual langsung lewat marketing online.


Atas saran temannya, ia pun meminjam ke Bank Mandiri di Bandung tahun 2008 lalu. Uang Rp 4 juta hasil pinjamannya tersebut ia gunakan untuk membuat 80 tas baGoes yang dibuat oleh 2 penjahit, dimana tas tersebut ia jual untuk pertama kalinya saat pameran di Universitas Indonesia.


Ide untuk membuat tas ini, berasal dari kegelisahan Sano pada masalah lingkungan, khususnya sampah. Oleh ka¬rena itu, ketika memasuki bangku kuliah ia memilih Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB) sebagai tempatnya mempelajari ilmu tentang pengelolaan. GI sendiri yang pada awalnya adalah sebuah komunitas peduli lingkungan yang dibentuk Sano sejak tahun 2005 lalu dan berkembang menjadi wadah social entrepreneur pada tahun 2008. “Secara konsep GI merupakan penggabungan antara entrepreneurship dan lingkungan. Memang dirancang seperti ini karena kita ingin menciptakan kemandirian ekonomi pada masyarakat,” ucap Sano.


Tas baGoes (singkatan dari bag dan goes) dibuat sebagai bagian dari program DietKresek yang dicanangkan GI. Awalnya Sano hanya membuat satu buah tas contoh saja dengan bermodalkan dana pribadinya. Adapun untuk memproduksi lebih banyak tas ia tidak memiliki modal.


Kelebihan produknya terletak di bahan bakunya yang tidak menggunakan plastik. Sebagaimana kita ketahui bersama, limbah plastik merupakan sampah yang sulit terurai dalam kurun waktu puluhan hingga ratusan tahun. Namun melalui penggunaan tas baGoes, dengan menggunakan satu tas untuk berbagai macam keperluan, maka kita dapat membantu menyelamatkan lingkungan, Mengingat tas baGoes merupakan tas belanja lipat yang bisa digunakan untuk 1.000 kali pemakaian karena terbuat dari berbahan polyester, katun blacu dan laken spunbond.


“ITU MEMANG menjadi komitmen kami di GI. Kami ingin ikut memberdayakan ma¬sya¬rakat melalui tas yang kami produksi,” jelas Sano saat ditemui di kantornya di Bandung. Dengan cara seperti itu, selain mampu mengembangkan usahanya, GI juga berkesempatan untuk meningkatkan taraf kehidupan masya¬rakat disekitar lokasi usahanya. Sano ingin masyarakat banyak juga menikmati hasil usahanya. Hal ini terbukti dari keterlibatan 28 penjahit yang terbagi menjadi 6 kelompok dalam proses produksi tas baGoes.


Lewat PT Greeneration Indonesia (GI) yang ia pimpin, pria yang akrab dipanggil Sano (31) ini tiap bulannya kini bisa memproduksi sebanyak 15.000 tas ramah lingkungan merek baGoes. Uniknya tas tersebut tidak dibuat di pabrik secara modern, melainkan oleh para penjahit industri rumahan yang berada di wilayah Bandung.






 
 
 

Comments


Goodybag BSD

Also Featured In

    Like what you read? Donate now and help me provide fresh news and analysis for my readers   

Donate with PayPal

© 2023 by "This Just In". Proudly created with Wix.com

bottom of page