top of page

HEMAT KANTONG PLASTIK: MENJAGA BUMI DENGAN IKHLAS!

  • Writer: ratna tia
    ratna tia
  • Jul 14, 2017
  • 8 min read

Plastik adalah materi yang sulit untuk terurai | tas spunbond di jakarta

Sebenarnya ini hanya soal kebiasaan saja. Orang Indonesia belum terbiasa membawa kantong belanja sendiri. Ditambah dengan rasa malas, tidak mau repot, atau merasa tidak keren. Padahal kalau sudah terbiasa seperti saya tidak ada masalah. Memang untuk melakukan kebiasaan baru itu sulit, tapi bukan berarti tidak bisa.


Kalau wanita bisa membawa tas kosmetik ke mana-mana, kenapa tidak bisa membawa kantong belanja yang dilipat kecil? Pria juga banyak yang membawa rokok di kantong celana. Kantong belanja tidak seberat smartphone atau tab yang biasa Anda bawa, kan?

Bumi adalah tempat tinggal kita, maka jagalah seperti menjaga rumahmu.


Jagalah dengan ikhlas tanpa marah-marah atau curiga pada sesuatu yang bertujuan untuk kebaikan bersama. Saya ikhlas ingin menjaga bumi ini, jadi saya tidak pernah memikirkan siapa yang diuntungkan jika saya tidak diberi kantong plastik. Lakukanlah sesuatu dengan ikhlas agar tidak terasa berat.


Jika kita tidak mampu melakukan hal-hal besar, hal-hal kecil juga sangat berarti kalau kita melakukannya secara terus-menerus.


Di luar negeri sudah banyak diterapkan pemisahan sampah sesuai dengan jenisnya. Kita tidak boleh membuang sampah seenaknya tanpa dipisahkan. Sampah plastik (seperti botol minuman atau kemasan plastik lainnya) harus dibuang di tempat sampah khusus karena nantinya sampah-sampah plastik tersebut akan didaur ulang.


Jangan percaya hasutan orang pesimis yang mengatakan bahwa kebijakan kantong plastik berbayar tidak akan mengurangi jumlah sampah plastik. Kalau tidak berpengaruh mana mungkin aturan ini diterapkan di berbagai negara? Solusi yang tidak masuk akal juga dengan mengusulkan penggunaan kantong kertas sebagai pengganti kantong plastik. Lalu berapa jumlah pohon yang harus ditebang untuk memproduksi kertas?? Anda pernah dihimbau untuk mengurangi pemakaian kertas, kan? Pernah baca tulisan “Think before you print”??


Anda tentu tahu toko besar IKEA dari Swedia. Kalau kita mau dapat kantong IKEA kita harus bayar, kan? Kantong di Decathlon (toko sport Prancis) juga bayar. Di Hongkong kantong plastik dihargai Rp 700. Di salah satu supermarket Singapura, jika kita membawa kantong sendiri maka total belanjaan didiskon 10-20 sen (Rp 1000-2000). Dan masih banyak lagi negara-negara lain yang menerapkan aturan serupa.


Masih untung ada kantong plastik berbayar, jadi saat kita lupa membawa kantong sendiri masih bisa mendapat kantong. Saya punya pengalaman ketika berbelanja di salah satu hypermarket di Prancis dengan suami dan adik saya. Saat itu kami lupa membawa kantong belanja. Kami tidak bisa berbuat apa-apa selain terima nasib kerepotan membawa belanjaan kami yang banyak dengan merengkuhnya di dada. Apalagi saat itu sedang winter, tangan terasa kaku sampai barang-barang kami mau jatuh. Meski kami mau membeli kantong seberapa mahal pun tetap tidak bisa karena memang tidak disediakan kantong sama sekali.


Saya terkejut, ternyata masyarakat yang menentang kebijakan kantong plastik berbayar ini tidak sedikit. Entah karena mereka kurang piknik, terlalu “miskin” untuk mengeluarkan uang Rp 200, atau terlalu mudah dipengaruhi jalan pikirannya? Reaksinya seolah-olah Indonesia adalah satu-satunya negara yang menerapkan aturan aneh; “kantong plastik kok bayar??” Padahal negara-negara lain sudah lama menerapkan aturan ketat soal pemakaian kantong plastik dan juga pemisahan sampah plastik.


Ada atau tidak ada kebijakan kantong plastik berbayar tidak ada pengaruhnya bagi saya. Apakah saya merasa dirugikan karena harus bayar?? Sama sekali tidak! Sudah sejak bertahun-tahun lalu saya (hampir) selalu membawa kantong atau tas sendiri jika berbelanja (kadang ketinggalan juga sih). Dulu ketika saya kost, saya sering membawa kantong kanvas jika berbelanja di toko-toko sekitar kost. Umumnya para kasir agak aneh melihat saya membawa kantong sendiri, ada juga yang merasa agak kesal karena menganggap saya memperlambat kerja mereka. Sekarang saya punya beberapa tas belanja khusus, bahannya semacam plastik parasut meski tipis tapi tidak mudah sobek (kecuali jika digunting). Selain itu bisa dilipat-lipat menjadi kecil hingga mudah untuk dikantongi.


Tahukah Anda bahwa Indonesia adalah salah satu negara penyumbang sampah plastik terbanyak?? Saya sih tidak heran, karena saya sering melihat orang-orang di Indonesia sangat boros memakai kantong plastik. Tak jarang saya melihat orang langsung membuang kantong plastik setelah membeli sesuatu. Saya juga memperhatikan kasir-kasir di supermarket sangat boros memberi kantong plastik. Kadang barang belum penuh dalam satu kantong, sudah pindah masuk ke kantong lainnya. Apalagi orang Indonesia (kebanyakan) kurang peduli dengan lingkungan. Sampah-sampah dibuang tidak pada tempatnya, ketika banjir datang saling menyalahkan sana-sini.


bu saya punya kebiasaan melipat kantong plastik bekas belanja dan menyimpannya agar dapat dipergunakan kembali. Kebiasaan ini pun turun pada saya. Jadi sewaktu-waktu butuh kantong plastik kami punya banyak simpanan yang masih bagus dan bersih.

Sejak kecil saya tahu bahwa plastik adalah materi yang sulit untuk terurai. Tahunya dari mana? Dari sebuah majalah anak-anak yang biasa dibelikan oleh bapak saya setiap hari kamis. Artikel pendek dan sederhana itu (karena memang artikel untuk anak-anak) membuat saya ingin mengurangi penggunaan kantong plastik sejak masih kecil.

Plastik membutuhkan waktu sekitar seribu tahun untuk dapat terurai sempurna oleh tanah. Seribu tahun! Bayangkan! Beda dengan kertas yang mudah terurai jika terkena air. Itulah mengapa sampah plastik di bumi ini semakin banyak, karena belum sempat terurai sudah ditambah lagi dengan sampah-sampah plastik baru. Membakar adalah cara cepat yang umumnya dilakukan orang untuk memusnahkan sampah plastik. Namun cara ini cukup berbahaya bagi kesehatan. Asap yang terhirup dapat mengganggu system syaraf dan memicu penyakit hati dan kanker


Kantong Plastik Berbayar Kebijakan Ala Kapitalistik | tas spunbond di jakarta

Kewajiban menjaga lingkungan hidup atas pemberian Allah SWT adalah kewajiban dari setiap manusia diatas muka bumi ini. Dengan kesadaran penuh dan ketaatan kepada Allah lingkungan dijaga oleh kita sehingga menjadi bersih dan sehat. Selain itu peran Negara khilafah untuk mengatur dan menjamin serta menyediakan fasilitas kebersihan dan kesehatan lingkungan sangat penting.


Negara mampu membuat kebijakan yang bersih tanpa ada keberpihakan ataupun kepentingan beberapa golongan semata. Kebijakan yang ditetapkan oleh negara khilafah benar-benar dikaji secara matang oleh para ahli dibidangnya, seperti contonya tentang sampah plastik, maka Negara khilafah mengumpulkan para ahli untuk membahas dan menemukan solusi yang tepat dan tidak membebankan rakyat, keputusan yang pro rakyat.


Dan dari setiap kebijakan yang dikeluarkan Negara Islam selalu bersumber dari Al Quran dan Sunnah. Jadi Negara sangat beperan sekali untuk mewujudkan lingkungan yang sehat di samping adanya dukungan dari kesadaran masyarakat akan kewajiban dari Allah untuk menjaga lingkungan supaya tidak rusak.


Sejumlah Khalifah juga menetapkan beberapa hima. Khalifah Umar bin Khaththab pernah menetapkan Hima asy-Syaraf dan Hima ar-Rabdah yang cukup luas di dekat Dariyah. Khalifah Utsman bin Affan Demikianlah Islam telah hadir dengan membawa aturan-aturan lengkap yang mencakup masalah kelestarian lingkungan. Aturan-aturan itu telah diterapkan secara nyata dalam sejarah panjang keemasan Islam yang hasilnya tak hanya menyejahterakan manusia, tetapi juga melestarikan lingkungan sekitarnya.


Demikianlah di antara ayat al-Quran dan hadis yang melarang manusia membuat kerusakan terhadap lingkungan dan memerintahkan mereka untuk menjaga dan melestarikannya. Semua itu tentu tak hanya menjadi aturan normatif, melainkan benar-benar telah dipraktikkan dalam sejarah panjang keemasan Islam. Rasulullah saw. pernah menetapkan sebuah wilayah di sekitar Madinah sebagai hima, yaitu kawasan tertentu yang dilindungi (konservasi) untuk keperluan tertentu.


Keempat, tidak membunuh binatang secara sia-sia. Rasulullah saw. bersabda, “Setiap orang yang membunuh burung pipit atau binatang yang lebih besar dari burung pipit tanpa ada kepentingan yang jelas, dia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah.” Ditanyakan kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, apa kepentingan itu?” Rasulullah menjawab, “Apabila burung itu disembelih untuk dimakan, dan tidak memotong kepalanya kemudian dilempar begitu saja.” (HR Ahmad).


Ketiga, mendorong kaum Muslim untuk menanam tanaman. Rasulullah saw. bersabda: “Tak seorang Muslim yang menanam tanaman, kemudian tanaman itu dimakan orang lain, burung, ataupun binatang-binatang lain, kecuali hal itu menjadi sedekah bagi dirinya” (HR Muslim).


Kedua, tidak boleh mencemari lingkungan. Rasulullah Saw bersabda: “Berhati-hatilah terhadap dua orang terlaknat”. Sahabat bertanya, “Siapakah dua orang terlaknat itu?”. Rasulullah menjawab, “Yakni orang yang membuang kotoran di jalanan yang dilalui orang dan tempat berteduh mereka.”


Sementara menurut Prof. Ir. Agoes Soegianto, DEA, selaku dosen di Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga (FST UNAIR), kebijakan plastik berbayar belum dirasa tepat. Cara paling efektif menekan jumlah limbah plastik adalah dengan memperbaiki proses pengolahannya.


“Seperti kita tahu, pemisahan sampah di TPA (tempat pembuangan akhir) masih belum dilakukan. Ini murni tanggung jawab pemerintah yang harus mengurusnya. Tidak dengan cara membebankan pada masyarakat untuk menekan peredaran plastik,” jelasnya. Pada faktanya di masyarakat penumpukan sampah di TPA masih bercampur aduk. Padahal, di beberapa ruang publik tempat sampah telah dibuat terpisah. Sebab, pemisahan sampah menjadi percuma dan limbah plastik akan sulit dipisahkan ataupun didaur ulang.


Sejak disosialisasikan, banyak kalangan dari anggota dewan maupun masyarakat intelektual mengkritisi kebijakan plastik berbayar tersebut. Dalam Republika.co.id, Solo- Kebijakan pemerintah pusat tentang penerapan kantong plastik berbayar menuai kritik. DPRD Kota Solo, menilai langkah pengurangan sampah plastik tersebut bakal sia-sia alias mubadzir.


Soalnya, upaya itu tidak dibarengi dengan penekanan angka produksi pembuat plastik. Ketua Komisi II DPRD Solo, YF Sukasno, pesimistis dengan kebijakan tersebut. Selama masyarakat mampu membeli dengan harga murah, hanya Rp 200 maka upaya pengurangan sampah plastik ini tidak bakal tercapai. "Mustinya, diimbangi juga dengan penekanan produksi perusahaan plastik," katanya.


Tapi sayangnya sampai saat ini kebijakan plastik berbayar belum tersosialisasi sepenuhnya, masih banyak masyarakat yang belum mengetahuinya. Sehingga pada saat membeli di supermarket mereka terkejut ketika ditanya oleh kasir membawa plastik kresek dari rumah atau tidak, karena apabila tidak membawa dari rumah maka bisa membeli di kasir.


Menyoal harga plastik yang dibandrol Rp 200, ia menyebut penetapannya setelah melalui sejumlah kajian agar tidak memberatkan konsumen. Ia menekankan, yang perlu disoroti bukan harga melainkan edukasi agar masyarakat paham harus membawa kantung belanjanya sendiri. Ditanya soal kemungkinan konsumen memilih membayar Rp 200 ketimbang membawa kantung belanja sendiri, ia menyebut hal tersebutlah yang terus menjadi bagian dari edukasi. Setiap kasir swalayan tidak akan langsung memberi kantung plastik. Kasir akan memberi tahu bahwa plastik berbayar dan disarankan agar konsumen membawa kantung belanja sendiri (Republika.co.id). Asisten Deputi Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sudirman menyebut, saat ini pemerintah tengah fokus melakukan sosialisasi dan edukasi penerapan kebijakan plastik berbayar di 23 kota. Tujuannya agar tidak terjadi kesalahpahaman di masyarakat sekaligus mengedukasi masyarakat agar mengurangi konsumsi plastik ketika berbelanja di swalayan. "Kita akan melihat keberhasilan kebijakan ini dari berkurangnya jumlah timbulan sampah plastik," katanya pada Senin (22/2). Pada Juni 2016 akan dilakukan riset untuk mengetahui efektivitas kebijakan tersebut.


Sejak kurang lebih satu bulan yang lalu sosialisasi dan ujicoba penerapan plastik berbayar di ritel modern Indonesia mulai dilaksanakan. Pemerintah mulai menguji coba penerapan kantong plastik berbayar pada 21 Februari 2016, ujicoba tersebut serempak dilakukan di 17 kota seluruh Indonesia, Bandung, Surabaya, DKI Jakarta dan lain sebagainya. Pada praktiknya konsumen saat berbelanja, akan dikenakan pembayaran sebesar Rp 200,- per kantong plastik (http://m.liputan6.com). Akan tetapi kebijakan ini masih sekedar melalui surat edaran, belum memiliki landasan hukum berupa peraturan Menteri sehingga pelaksanaan kebijakan di setiap daerah dapat berbeda-beda sesuka daerah tersebut ada yang Rp.200 hingga Rp.3000 bahkan sampai Rp.5000 (okezone.com).


Aci Sampeu, bahan pembuatan Kantong plastik Biodegradable | tas spunbond di jakarta

Kenapa harus kantong Plastik ? jika ada bahan kemasan yang terbuat dari bahan lebih ramah lingkungan yang sebenarnya dapat dengan mudah kita temukan atau kita ciptakan. Hanya kesadaran dari diri sendirilah yang akan ikut menyadarkan orang lain akan betapa pentingnya kita menjaga kelestarian dan hijaunya Bumi kita untuk masa depan anak cucu nanti.


Selain program-program penghijauan yang telah banyak dijalanakan, baik pemerintah ataupun organisasi-organisasi pecinta lingkungan, langkah yang harus terus dilakukan adalah pengenalan tentang bahaya dari penggunaan bahan-bahan plastik tersebut, itu adalah salah satu solusi yang tepat dan harus terus di sosialisasikan, terlebih pengenalan dini kepada para generasi muda.


Sepertinya sangat sulit untuk mengalihkan konsumen dari penggunaan alat kemasan yang jauh lebih baik dari bahan plastik seperti contoh alat kemasan yang terbuat dari bahan yang lebih ramah lingkungan dan mudah untuk di daur ulang kalau tidak dimulai dari kesadaran diri sendiri.


Semua itu seperti menjadi dilema tersendiri baik bagi pemerintah ataupun masyarakat karena menurut saya sendiri program tersebut tidak berjalan secara maksimal, karena sampai sekarang masih banyak masyarakat kita yang tetap menggunakan alat kemasan berbahan plastik tersebut.


Semua orang ingin serba praktis dan tidak ingin direpotkan dengan hal-hal yang ribet, bayangkan saja jika ibu-ibu yang sering berbelanja ke pasar-pasar atau supermarket harus membawa kardus atau keranjang dari rumah untuk pengganti kantong plastik yang telah disediakan oleh supermarket, tentu akan sangat merepotkan. Maka tak ada alasan yang lebih praktis untuk terpaksa menggunakan kantong kemasan berbahan plastik tersebut.


Kantong kresek yang terbuat dari plastik tersebut adalah alat kemasan yang paling banyak digunakan oleh konsumen atau masyarakat kita, karena selain mudah di dapat harganya juga relatif sangat murah.


Budaya instan yang masih melekat dari kebiasaan masyarakat kita tentu menjadi hal yang turut serta mempengaruhi program pemerintah dalam upaya penerapan Green Global Solutions.







 
 
 

Comments


Goodybag BSD

Also Featured In

    Like what you read? Donate now and help me provide fresh news and analysis for my readers   

Donate with PayPal

© 2023 by "This Just In". Proudly created with Wix.com

bottom of page