Dunia Terancam Sampah Plastik
- ratna tia
- Jul 10, 2017
- 6 min read
Pemakaian plastik terus meningkat | spunbond bags

Langkah yang juga tak kalah penting adalah undang-undang daur ulang yang seharusnya dibuat pemerintah di bawah kepemimpinan Joko Widodo. Masyarakat tentu tak bisa dibiarkan sendiri. Dengan segala langkah yang sudah dilakukan masyarakat–dari membuat bank sampah, hingga menggunakan tas daur ulang–pemerintah seharusnya tak tinggal diam. Selain undang-undang, pemerintah juga harus mulai meningkatkan mutu tempat pembuangan akhir.
Pandji Prawisudha, dosen Department of Environmental Science and Technology Tokyo Institute of Technology, mengatakan, dalam jangka pendek, pemerintah seharusnya fokus mengembangkan teknologi pengurangan volume dan bau sampah secara ekonomis dan lebih mudah dilakukan oleh tempat pembuangan akhir.
“Saya mengembangkan teknologi hidrotermal di Tanah Air. Dengan teknologi tersebut, volume dan bau dapat dikurangi. Selain itu, produknya dapat digunakan sebagai bahan bakar di pabrik-pabrik yang biasa menggunakan bahan bakar padat (batu bara),” kata Pandji.
Di Indonesia, metode pirolisis sudah diterapkan di Tempat Pembuangan Akhir Sukoharjo, Pati, Jawa Tengah. Setiap hari sekitar 50 ton sampah yang masuk. Pekerja di sana lantas memilah sampah organik dan non-organik, termasuk plastik. Sampah non-organik didaur ulang untuk berbagai keperluan.
Sampah plastik itu lantas diolah dengan metode pirolisis yang kemudian menghasilkan gas metan yang digunakan sebagai bahan bakar. Tempat Pembuangan Akhir Sukoharjo memanfaatkan bahan bakar dari sampah plastik itu sebagai bahan bakar generator penghasil listrik (genset).
Plastik juga bisa dijadikan bahan daur ulang untuk dijadikan sumber energi. Salah satu konsep daur ulang plastik ini adalah menggunakan metode pirolisis. Sampah plastik dipanaskan dalam suhu sekitar 500 derajat celcius sehingga berubah menjadi gas. Setelah itu plastik merekah dan pecah. Setelah didinginkan kembali, sampah plastik itu akan berbentuk bahan bakar cair yang setara dengan bensin dan solar.
Salah satu negara yang menerapkan konversi plastik menjadi bahan bakar adalah Jepang. Ada skala kecil yang bisa dipakai kelompok masyarakat serta skala medium dan besar yang bisa dipakai untuk industri. Teknologi untuk konversi ini sudah ada dan beragam.
Untuk skala lebih besar dan kompleks, mungkin masyarakat di kota dan desa mesti mulai mempelajari dan mengenal jenis plastik. Dengan mengenal jenis plastik yang digunakan, masyarakat diharapkan memilih plastik yang lebih ramah lingkungan.
Untuk apa? Untuk memudahkan pengelolaan sampah plastik pada skala rumah tangga. Ini penegasan Mochamad Syamsiro, mahasiswa pascasarjana di Tokyo Institute of Technology, Jepang, yang juga aktivis komunitas Olah Sampah.
Sayang, gerakan mereka baru terbatas pada masyarakat kelas menengah atas. Padahal, penggunaan tas plastik kebanyakan di pasar.
Untuk masyarakat kelas menengah bawah yang merupakan pemakai terbesar plastik, langkah yang bisa dilakukan adalah memaksimalkan bank sampah. Melalui bank ini, pemerintah juga bisa mengubah persepsi masyarakat yang selama ini menganggap sampah tak bernilai ekonomi. Dengan itu, masyarakat tak akan membuang sampah plastik sembarangan, tetapi akan mengumpulkannya dan menjadikannya uang.
Langkah lain untuk mengurangi sampah plastik adalah menggunakan produk daur ulang dari plastik. Hal ini sudah dilakukan secara masif Greeneration Indonesia. Organisasi yang didirikan Muhammad Bijaksana Junerosano ini menggalakkan kampanye diet kantong plastik sejak 4 tahun lalu di beberapa kota besar.
Unit usaha mereka memproduksi BagGoes, tas belanja yang bisa jadi alternatif pengganti kantong plastik. Tas ini tahan lama dan bisa dipakai minimal 1.000 kali. Pada 2013 organisasi ini memproduksi 150 ribu tas BagGoes. Dengan perkalian sederhana, tas produksi Greeneration Indonesia bisa mengurangi pemakaian 150 juta tas plastik.
Memilih plastik yang ramah lingkungan menjadi salah satu solusi untuk mengurangi jumlah sampah plastik. Plastik ramah lingkungan ini biasanya bisa terurai dengan cepat. Ada beberapa produk plastik ramah lingkungan di pasaran Indonesia saat ini.
Oxium dan ecoplas, misalnya. Kantong plastik oxium bisa terurai dalam 2 tahun, sedangkan kantong plastik ecoplas bisa terurai dalam 6 bulan saja apabila syarat degradasi alamiahnya terpenuhi. Produk kantong plastik ini sudah banyak digunakan ritel besar di Indonesia.
Satu lagi produk kantong plastik yang ramah lingkungan adalah enviplast. Produk ini diklaim terbuat dari bahan alami, seperti singkong atau sawit. Dengan proses kimiawi, bahan alami ini bisa menjadi kantong plastik yang ramah lingkungan. Kantong plastik ini akan hancur jika terkena air serta kala dikonsumsi organisme makro dan mikro-alami. Sewaktu plastik enviplast sudah terdegradasi, residunya bisa digunakan sebagai pupuk.
Plastik dianggap lebih murah dan lebih praktis ketimbang kertas. Namun, dampak kerusakan yang ditimbulkan jauh lebih parah ketimbang kertas. Dan yang perlu digarisbawahi: menolak plastik sama sekali juga bukan solusi terbaik.
“Yang harus dilakukan saat ini bukan memusuhi plastik, melainkan menemukan formula yang tepat untuk mempercepat proses penguraian plastik agar bisa kembali ke alam,” kata Sri.
Menurut Ketua Umum Indonesia Solid Waste Association Sri Bebassari, berdasarkan data statistik persampahan domestik, jumlah sampah plastik tersebut merupakan 14 persen dari total produksi sampah di Indonesia.
Dalam kehidupan sehari-hari, plastik menjadi bahan utama pembungkus. Untuk makanan, misalnya, strefoam lebih banyak dipakai, menggantikan kertas atau daun yang dulu populer di masyarakat.
Jalan yang ditempuh masyarakat dan Pemerintah Jepang memang panjang. Proses mengurangi penggunaan plastik dan pengurangan sampah plastik dilakukan tahap demi tahap.
Sebagai contoh, mereka memulai kesadaran mengurangi sampah dan sampah plastik sejak dini. Sejak kelas 3 Sekolah Dasar, anak-anak Jepang diajari memilah sampah. Selain peran aktif masyarakat, pemerintah juga aktif dengan terus-menerus memberikan penyuluhan dan pembekalan tentang pentingnya membuang sampah dan memilah sampah. Dengan langkah yang dimulai masyarakat sejak puluhan tahun lalu itu akhirnya Jepang mulai terlepas dari ketergantungan pada plastik.
Di Indonesia, penggunaan plastik masih jadi bagian dari keseharian masyarakat. Tak mengherankan, produksi sampah plastik Indonesia mencapai 5,4 juta ton per tahun. Dari kantong plastik hingga botol minuman kemasan.
Amerika Serikat, medio 1907. Ilmuwan Dr Leo Baekeland menemukan Bakelite. Ini adalah resin sintetik yang mengawali industri plastik modern. Berkat penemuan itu industri melesat lebih maju.
Plastik menjadi bahan yang kuat, antikarat, murah, dan efisien. Lebih dari satu abad kemudian plastik menjadi permasalahan amat besar bagi lingkungan.
Sudah sejak lama plastik dituding menjadi salah satu penyebab kerusakan lingkungan. Plastik memang susah terurai. Di dalam tanah, plastik baru bisa terurai setelah 1.000 tahun. Benjamin Bongardt, pakar sampah dari organisasi Ikatan Perlindungan Alam Jerman, mengatakan banyak plastik di laut dan sungai yang baru bisa terurai setelah 450 tahun. Tiap tahun volume sampah plastik semakin meningkat.
“80 persen plastik datang dari darat, bukan dari laut. Ini artinya plastik datang dari turis, juga penduduk, yang dibawa sungai dan angin ke lautan,” kata Benjamin pada media Jerman Deutsche Welle.
Perhatian, Kantong Plastik Ramah Lingkungan Ternyata Lebih Berbahaya | spunbond bags
“Dengan adanya kantong-kantong plastik yang katanya ramah lingkungan itu, perilaku masyarakat akan jauh lebih ekstrim lagi. Misalnya, kalau yang ada dipikirannya plastik tersebut cepat terurai, maka masyarakat akan sembarangan.
Begitu sudah selesai dipakai, langsung dibuang saja seenaknya. Plastik ramah lingkungan itu juga melabrak filosofi mengurangi sampah plastik. Ini yang bahaya! Bukannya mengurangi sampah plastik jadinya, tapi justru menambah,” ungkap Solihin dihadapan peserta sosialisasi pengelolaan sampah plastik di Gedung Graha Sewaka Dharma, Lumintang Denpasar.
Selain itu, Direktorat Pengelolaan Sampah KLHK RI juga membeberkan hasil riset bahwa ternyata penggunaan kantong yang terbuat dari kertas justru dampaknya lebih besar daripada kantong plastik.
Penggunaan kantong plastik ramah lingkungan, kata dia, bukannya malah semakin mengurangi volume plastik, tapi justru semakin membuat masyarakat acuh terhadap plastik itu sendiri.
Masyarakat yang mengetahui plastik yang dia pegang adalah plastik mudah terurai, maka mereka cenderung membuang seenaknya sehingga sampah plastik semakin berterbaran di mana-mana.
Data tersebut membuktikan bahwa pola hidup masyarakat di Indonesia masih tinggi terhadap plastik.
Menurut Kepala Subdirektorat Barang dan Kemasan, Direktorat Pengelolaan Sampah, KLHK RI, Ujang Solihin Sidik, penggunaan kantong plastik yang katanya ramah lingkungan adalah solusi yang salah kaprah.
Sementara negara penghasil sampah plastik terbanyak yakni Tiongkok. Di bawah Indonesia ada Filipina, Vietnam, lalu Srilangka.
Data Direktorat Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI menunjukkan Indonesia berada di peringkat kedua pengasil sampah plastik ke laut.
Benarkah Total Jumlah Sampah Mampu Membungkus Bumi? | spunbond bags
"Yang mengkhawatirkan, sampah-sampah termasuk plastik kini tidak hanya mengapung di laut saja. Namun, kebanyakan sudah tenggelam ke dasar lautan, mengotori dan merusak habitatnya" ujar Zalasiewicz.
Bahkan kamu sendiri tidak akan percaya bagaimana masalah sampah ini sudah banyak merusak biota laut. Makanya tak heran juga kan kalau ada sampah plastik di bagian dalam tubuh ikan atau kura-kura. Wih, mengerikan sekali ya.
Dalam jurnalnya, pria ini pun menuliskan bahwa seharusnya sampah plastik eksis sekitar 70 tahun saja dari perang dunia ke-II. Akan tetapi, bisa dilihat sendiri kan kalau hingga sekarang pun plastik masih saja digunakan untuk berbagai macam keperluan sehari-hari.
Waduh, kok bisa segawat itu ya? Tentu saja, apalagi hampir setiap tempat pasti ada saja tumpukan sampah seperti kantong plastik, karet sintetis, cd, kain baju, nilon, botol air dan produk-produk plastik lainnya. Dan jumlah-jumlah benda itu akan terus bertambah seiring dengan berjalannya waktu, seperti dilansir melalui Asiantown.net.
Bahkan kenyataan ini pun didukung dengan kenyataan bahwa dari arktik hingga pulau-pulau terpencil di lautan Pasifik masih dibayang-bayangi oleh sampah yang kian hari kuantitasnya semakin bertambah. Sebab diperkirakan sejak zaman perang dunia ke-II, sampah yang ada di bumi ini sudah mencapai lima miliar ton. Di mana, bila diumpamakan sampah-sampah tersebut mampu membungkus bumi.
Bisakah kamu membayangkan sudah berapa banyak sampah yang terbuang di bumi ini? Tentu bakal susah juga kan, sementara itu seorang profesor dari Universitas Leicester, Jan Zalasiewicz pun mengungkapkan kenyataan bila bumi tidak dalam keadaan sehat. Penyebabnya karena tak satupun bagian wilayah di bumi ini yang terbebas dari sampah.
Comments